Skip to main content

TUGAS ILMU SOSIAL DASAR : KONFLIK ANTAR KELOMPOK, CONTOH KASUS DAN ANALISIS


KONFLIK ANTAR KELOMPOK : CONTOH KASUS DAN ANALISIS



Arti konflik seperti dikutip dari KBBI adalah  percekcokan atau pertentangan. Dalam ranah sosial, konflik memiliki definisi pertentangan antaranggota masyarakat yang bersifat menyeluruh dalam kehidupan. Hal yang akan saya bahas adalah salah satu bagian dari konflik sosial, yaitu konflik antar kelompok. Di sini saya akan memberikan contoh kasus dan analisis saya terhadap permasalahan tersebut. Selamat membaca!

Konflik antar kelompok dapat didefinisikan sebagai pertentangan yang timbul antara dua organisasi atau lebih yang diakibatkan oleh keterbatasan sumber daya, kegiatan kerja, status atau perbedaan pendapat. Adanya konflik bertujuan untuk memenangkan kehendak satu pihak dan mencegah pihak lain mendapatkan kehendaknya. Konflik antar kelompok yang berdampak besar pada masalah kemanusiaan menjadikan konflik sosial sebagai salah satu dari jenis-jenis pelanggaran HAM.

Konflik itu sendiri dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya :

1.      Mempunyai kepentingan yang sama
Apabila terdapat dua belah pihak yang mempunyai satu tujuan, maka tidak dipungkiri akan terjadi konflik di antara keduanya. Sebab, umumnya tujuan tersebut hanya dapat dimenangkan oleh satu pihak saja sehingga banyak pihak yang melakukan kegiatan yang dapat merugikan kelompok lain dan disitu lah terjadi konflik.

2.      Identitas sosial yang berbeda
Setiap kelompok tentunya berbeda satu sama lain. Nilai-nilai yang dianut, ideologis, budaya, latar belakang, tujuan dibentuknya kelompok tersebut, dsb. Konflik seringkali terjadi karena perbedaan, karena masih banyak masyarakat yang menganggap bahwa perbedaan itu adalah salah sehingga banyak ditemui kasus dimana saling menghina dan terjadi kekerasan antar kelompok hanya karena masalah perbedaan agama dll. Identifikasi sosial sangat berguna untuk proses kategori dan perbandingan sosial (Hogg & Grieve, 1999).

3.      Perilaku agresif
Manusia yang dicirikan sebagai makhluk yang emosional seringkali tidak meluapkan emosinya dengan baik, banyak dari mereka yang mengungkapkan kekesalannya dengan cara menghina kelompok lain apabila tidak satu pandangan dengannya, inilah yang dinamakan sebagai perilaku agresif manusia. Jika terus seperti ini, maka akan terjadi konflik yang berkepanjangan antara dua kelompok. Contohnya seperti kerusuhan supporter sepak bola, tawuran antar pelajar, dsb.

Contoh Kasus dan Analisis

Median: Jokowi Vs Prabowo Seperti Adu Emosi

Median: Jokowi Vs Prabowo Seperti Adu Emosi

(detiknews) Jakarta - Kontestasi politik kubu capres nomor urut 01, Joko Widodo, dengan capres nomor urut 02, Prabowo Subianto, diisi dengan saling adu emosi. Hal itu terlihat dari beragam isu yang mencuat belakangan ini, khususnya terkait kasus hoax Ratna Sarumpaet.

Pendapat di atas disampaikan Direktur Eksekutif lembaga survei Median, Rico Marbun, via pesan singkat, Rabu (10/10/2018). Rico menyarankan agar baik kubu Jokowi maupun Prabowo sadar bahwa pilpres merupakan ajang adu gagasan, bukan adu emosi.

"Masing-masing kandidat tidak berusaha bertarung secara dominan dengan menggunakan rasio, tapi lebih senang mengaduk-aduk emosi pemilih yang nantinya akan terpolariasi ke salah satu kandidat," kata Rico.

Rico memahami mengaduk-aduk emosi pemilih akan lebih menimbulkan efek bagi elektabilitas paslon. Namun potensi konflik yang timbul dengan cara tersebut juga cenderung besar.

"Kedua kandidat sebaiknya sadar bahwa pilpres ini ajang adu kuat gagasan, bukan adu otot," ujarnya.

Di sisi lain, Rico juga menyoroti adanya saling lapor di antara kedua kubu yang menjadi buntut dari kasus hoax Ratna. Meskipun sebenarnya hukum memang tempat untuk menyelesaikan sengketa, saling gugat dan saling lapor tersebut bisa menjadi pisau bermata dua.

"Di sisi lain, bila overdosis, ada juga ancaman politisasi aparat hukum, yang itu bisa saja tidak terjadi secara fakta, tapi sudah telanjur terbentuk secara persepsi. Di sini aparat harus netral senetral-netralnya," tutur Rico.

Apalagi, kata Rico, jika kemudian kasus hoax Ratna ini menjadi berkepanjangan hingga mempengaruhi peta Pilpres 2019. Salah satunya ke arah pembatalan kepesertaan salah satu kandidat, yakni Prabowo, yang juga dilaporkan karena ikut menyuarakan kebohongan Ratna.

"Ini sangat berbahaya dan memancing konflik horizontal," ujar Rico.

Baca juga: Reaksi Jubir Tim Jokowi dan Prabowo yang Diremehkan Fahri Hamzah

"Geger Pilkada Jakarta silam salah satunya ditunjukkan oleh data survei, kuatnya persepsi ada keberpihakan dan ketidaknetralan oknum instrumen hukum pada salah satu kandidat," imbuhnya.

Untuk itu, Rico meminta kubu Jokowi dan Prabowo segera menyudahi persoalan ini. Dia tidak ingin kasus ini kemudian berbuntut panjang menjadi perpecahan di antara masyarakat Indonesia.

"Pilpres itu ajang adu otak, bukan adu otot. Daripada rakyat ikut berantem, bagusnya dua kandidat kasih sarung tinju suruh naik ring. Biar rakyat nggak ikut 'bonyok'," pungkas Rico.

Pendapat saya

Perseteruan antar dua kubu yakni kubu Jokowi vs kubu Prabowo memang menjadi perbincangan panas saat ini, apalagi pemilihan presiden tidak lama lagi akan digelar sehingga masyarakat sedang gigih-gigihnya untuk mendukung dan memengaruhi masyarakat yang masih bingung akan pilihannya untuk ikut memilih dukungannya. Hal ini lah yang menjadi ajang ‘pamer’ akan keunggulan yang dimiliki oleh pilihannya dan banyak juga masyarakat yang mem-provokasi dengan menjelekkan pasangan calon lainnya. Jika ditelusuri, factor pemicu konflik ini adalah adanya tujuan yang sama dari masing-masing calon dan perbedaan pandangan antar masyarakat. Menurut saya, pemilihan tahun ini jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, dimana salah satu dari asas LUBERJURDIL masih diterapkan dengan baik yaitu rahasia.

Di era yang canggih saat ini, masyarakat lebih mudah untuk mengekspresikan diri sehingga sudah tidak ada yang namanya privasi. Sangat terlihat jelas siapa calon yang dipilihnya dari konflik yang terjadi saat ini, dan hal ini merupakan salah satu bentuk dari penyalahgunaan teknologi. Dilihat dari artikel di atas, tidak hanya masyarakat yang melakukan pelanggaran tetapi pemerintah pun juga ikut andil dengan kasus hoax Ratna Sarumpaet. Seharusnya tidak perlu tindakan seperti itu. Jika ingin dilihat layak oleh masyarakat luas, tunjukkan kemampuan dan kontribusi yang dikuasai untuk mengelola negara. Bagi pendukung Jokowi maupun Prabowo, seharusnya konflik dapat dihindari dengan cara melihatkan sisi kepemimpinan dan kecerdasan masing-masing calon, bukannya saling menuduh dan menjatuhkan satu sama lain.

Sumber referensi :



Comments